I.
Pembahasan
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki
sasaran terciptanya
penyelenggaraan transportasi yang :
•
Efektif dalam
arti:
Selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas
mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif
terjangkau, tertib, aman, dan polusi rendah.
•
Efisien dalam
arti:
Beban publik rendah dan utilitas tinggi.
Dalam sistem transportasi nasional yang
memiliki fungsi antara lain :
•
Sebagai unsur
penunjang (servicing)
Menyediakan jasa transportasi yang efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berfungsi ikut
menggerakkan dinamika pembangunan nasional serta sebagai industri jasa yang
dapat memberikan nilai tambah.
• Sebagai unsur pendorong (promoting)
Menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk
menghubungkan daerah terisolasi dengan daerah berkembang yang berada di luar
wilayahnya dan/atau luar negeri sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang
sinergis.
Dari uraian di atas dapat diketahui mengenai
pentingnya menciptakan sistem transportasi yang efektif dan efieien dengan
memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi termasuk dalam keselamatan
transportasi udara. Dari permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut dapat
dilakukan beberapa upaya untuk menangani permasalahan antara lain :
1. Pengawasan Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai
regulator yakni pihak yang mengeluarkan regulasi penting khususnya mengenai
transportasi udara.
Dalam hal pengoperasian pesawat
terbang komersial, setiap maskapai penerbangan harus terlebih dahulu memiliki
AOC (Aircraft Operating Certificate atau Sertifikasi Pengoperasian
Pesawat) dan setiap organisasi perawatan pesawat terbang (lazim disebut juga Maintenance,
Repair and Overhaul Station/MRO) wajib memiliki sertifikat AMO (Approved
Maintenance Organization) yang diterbitkan oleh Ditjen Hubud.
Kewajiban Ditjen Hubud terhadap para
pemegang AOC dan AMO adalah membina, mengawasi, menyupervisi, dan mengendalikan
para operator/airlines dan MRO.
Ditjen Hubud juga bertanggung jawab
dalam penerbitan licence bagi para personel seperti pilot dan mekanik,
juga penerbitan otorisasi bagi dispatcher (mekanik atau pilot yang
berhak mengizinkan pesawat untuk terbang) dan penerbitan Certificate of
Airworthiness (CoA, sertifikat kelaikan terbang) bagi pesawat terbang yang
akan beroperasi.
Dengan peranan Ditjen Hubud yang
sedemikian besar jelas bahwa hitam putihnya para pelaku bisnis penerbangan
tidak akan terlepas dari sejauh mana Ditjen Hubud melaksanakan fungsi dan
tanggung jawabnya secara tepat. Semua pesawat terbang yang masuk dan
dioperasikan oleh maskapai penerbangan Indonesia harus melalui izin dan
verifikasi Ditjen Hubud untuk memperoleh CoA, tidak terkecuali bila pesawat tersebut
bukan pesawat baru.
Peran sentral dan kewajiban pemerintah
dalam menjaga keselamatan transportasi seharusnyalah bersifat proaktif dan
bukannya reaktif setelah terjadinya kecelakaan.
2. Memperketat Keselamatan
Departemen Perhubungan akan
membatasi usia pesawat udara jet yang boleh dioperasionalkan pertama kali oleh
maskapai penerbangan nasional yakni maksimal 10 tahun dan 70.000 pendaratan.
Untuk menghindari adanya bias
tanggung jawab apabila terjadi sesuatu, seyogianya, maskapai penerbangan tidak
melakukan perawatan pesawat sendiri kecuali daily maintenance. Untuk
melakukan Schedule Maintenance (By Calendar and / or Flight Hours)
dan Un- Schedule Maintenance (Major Repair, Minor Repair,On Condition)
sebaiknya menggunakan jasa MRO seperti Garuda Maintenance Facility (GMF),
Merpati Maintenance Facility (MMF), dan fasilitas serupa lainnya.
Perawatan pesawat yang tepat
untuk menjaga keselamatan penerbangan memang mungkin berharga mahal, tetapi
akan lebih mahal lagi apabila terjadi kecelakaan. Dengan adanya korban jiwa,
aset pesawat yang hilang, santunan yang harus dibayar, kemungkinan dituntut di
pengadilan, reputasi perusahaan yang rusak, bahkan kredibilitas pemerintah pun
mungkin akan turun.
3. Peremajaan Pesawat
Untuk kebanyakan maskapai penerbangan,
jawaban dari pertanyaan kapan pesawat terbang sudah dianggap tua adalah cukup
sederhana, bila umur (useful life) keekonomian pesawat tersebut sudah
berakhir. Namun, sebuah pesawat terbang yang sudah dianggap tua oleh suatu
negara, misalnya, mungkin masih dianggap cukup muda oleh negara lain.
Umur pesawat terbang tidak hanya
ditentukan dari berapa tahun sejak awal terbang, tetapi juga berapa banyak flight
cycle (take off/landing atau lepas landas dan mendarat) yang
pernah dilakukannya.
4. Penentuan Batas Tarif Pesawat untuk Menghindari Persaingan Tidak Sehat
Pemerintah berupaya
membalikkan keadaan dengan menaikkan tarif referensi. Tarif referensi merupakan
alat agar maskapai penerbangan tidak melanggar komponen keamanan terbang.
Faktor-faktor penghitung yang masuk dalam tarif referensi itu antara lain
mencakup asuransi, biaya perawatan pesawat, manajemen, tingkat keterisian
penumpang 75 %, aumsi harga avtur Rp 4.600 dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Kenaikan tarif referensi
diperkirakan sekitar 30 %, tidak akan mengurangi perang harga tetapi akan
berdampak positif terhadap keselamatan penumpang dan masa depan airlines yang
bersangkutan. Dengan ongkos pesawat yang relatif sama maka manajemen airlines
akan dipaksa kreatif, efisiensi di segala lini, memasuki segmentasi yang tepat
dan membangun kualitas pelayanan yang prima. Kenaikan tarif referensi harus
disusul kebijaksanaan lain untuk mengamankan pasar domestik.
Sebetulnya penentuan tarif
angkutan udara telah diatur dalam Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun 2002 tentang mekanisme
penetapan dan formulasi perhitungan tarif penumpang angkutan udara niaga
Tarif dasar adalah
besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per penumpang kilometer;. Tarif
jarak adalah besaran tarif per rute penerbangan per satu kalo penerbangan,
untuk setiap penumpangyang merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan
jarak serta dengan memperhatikan faktor daya beli. Tarif normal (normal fee)
adalah tarif jarak tertinggu yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan
angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. Tarif batas adalah
tarif jarak tertinggi/ maksimum yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan
angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
Besaran tarif
dasar dan tarif jarak diusulkan oleh Direktur Jenderal kepada Menteri untuk
ditetapkan setelah dilakukan pembahsan terlebih dahulu dengan:
a. asosiasi perusahaan angkutan udara;
b. perusahaan angkutan udara
c. pengguna jasa angkutan udara
Besaran tarif dasar dan tarif jarak disampaikan oleh Direktur Jenderal
sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan
melampirkan:
a. perhitungan biaya operasi pesawat udara
b. justifikasi penyesuaian tarif dasar dan atau
tarif jarak
c. hasil bahasan dengan masyarakat transportasi
udara
Menteri menetapkan besaran tarif dasar dan atau tarif jarak sebagaimana
diusulkan Direktur Jenderal dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial dan
politik.
Tarif dasar di peroleh dari hasil perhitungan biaya pokok rata-rata
ditambah keuntungan. Biaya pokok dimaksud terdiri dari komponen biaya, yaitu:
a. biaya langsung, terdiri dari biaya tetap dan
biaya variable;
b. biaya tidak langsung terdiri dari biaya
organisasi dan biaya pemasaran.
Namun
tarif seperti diatur dalam Kepmen diatas hanya mengatur batas atas tarif
sedangkan batas bawah tarif angkutan udara belum diatur secara jelas mengingat
tarif diperoleh dari besarnya biaya pokok ditambah keuntungan. Dengan konsep
biaya operasional yang ditekan memnugkinkan maskapai penerbangan tetp
memperoleh keuntungan walaupun tarifnya murah.
5. Perlu adanya sanksi hukum yang tegas kepada maskapai yang tidak menerapkan
keselamatan layak
Maskapai
yang mengabaikan keselamatan perlu mendapat sanksi yang tegas dengan landasan
hukum yang kuat. Seringkali pelanggaran yang terjadi kurang diperhatikan.
Pemerintah bertindak setelah terjadi kecelakaan. Tentu saja penumpang sebagai
konsumen sangat dirugikan mengingat konsumen berhak untuk mendapatkan rasa aman
dalam pelayanan transportasi.
Sanksi
yang dapat diberikan sangat bervariasi tergantung tingkat kesalahannya. Sanksi
tersebut dapat berupa teguran, penundaan izin, atau bahkan mencabut izin usaha
maskapai penerbangan.
Diharapkan
dengan adanya sanksi tegas tersebut dapat menimbulkan efek jera kepada maskapai
penerbangan sehingga lebih memperhatikan semua aspek yang harus dipenuhi
khususnya keamanan dan keselamatan.
Search: elisa1.ugm.ac.id/files/Sri.../Makalah%20Kel.3.doc
0 comments:
Post a Comment