1. Antibiotik. Pemakaian antibiotik secara umum diperbolehkan untuk pengobatan terhadap penyakitnya selama tidak ada efek samping yang mempengaruhi performa terbang. Namun dapat saja karena kondisi penyakitnya maka awak pesawat tidak boleh bertugas selama menjalani pengobatan. Penggunaan ampisillin, amoksisillin, eritromisin, tetrasiklin, siprofloksasin diperbolehkan selama tidak ada efek samping yang menggaggu. Minosin (minisiklin HCl) tidak boleh karena efek sampingnya terhadap vestibuler. Sufonamid tunggal atau kotrimoksasol dalam jangka pendek boleh dipergunakan tetapi dalam penggunaan dalam jangka waktu lama perlu dihindari, efek samping yang umum adalah mual, muntah, anoreksia. Efek samping yang tidak umum alergi dan gangguan penglihatan. Golongan aminoglikosida tidak diizinkan karena efek sampingnya terhadap vestibuler dan cabang kohlear di saraf cranial ke 8. klorokuin atau kombinasinya boleh dipergunakan selam tidak ada efek samping yang mengganggu, efek samping yang sering timbul anatara lain sakit kepala , gangguan penglihatan, drawsiness, gangguan kardiovaskuler yang hanya muncul pada overdosis. Izoniasid dapat digunakan untuk pencegahan penyakit tuberculosis dibawah pengawasan dokter penerbangan karena dapat menimbulkan kerusakan hati khususnya pada usia diatas 35 tahun.
2. Obat antihistamin. Loratadin dan astemizol dapat digunakan dalam batasan indikasi dan dosis yang tepat untuk alergi. Antihistamin yang bersifat sedasi misalnya CTM tidak boleh digunakan oleh awak pesawat selama bertugas, karena dapat mempengaruhi ketrampilan psikomotor. Obat flu yang mengandung antihistamin dan dekongestan misalnya efedrin tidak boleh digunakan karena efek sampingnya antara lain mulut kering, takikardia, aritmia, hipertensi, pandangan kabur yang sangat berbahaya untuk tugas terbang. Penerbang baru boleh bertugas kembali minimal setelah 12 jam terhitung dari pemberian dosis terakhir.
3. Antihiperlipidemia FAA mengijinkan penggunaan gemfribrosil dan simvastatin sebagai penurun kadar kolesterol darah dengan cacatan tidak timbul efek samping yang mengganggu.
4. Antidiabet IDDM(insulin dependent dibetus miletus) merupakan factor diskualivikasi sebagai penerbang, namun beberapa penerbang sudah dijinkan FAA untuk menggunakan antibiabet oral untuk mengontrol kadar gula darahnya. Laporan hasil kontrol kadar gula darah untuk pembuktian stabilitas klinis gula darah menjadi evaluasi FAA.
5. Obat untuk mengatasi jet lag. Jet lag disebabkan karena perjalanan melintasi beberapa daerah waktu terutama dari barat ke timur yang menyebabkan gangguan keseimbanan circadian rithm atau biological clock. Hal ini mengakibatkan tergangguanya siklus tidur-bangun dengan gejala yang timbul sulit tidur, sakit kepala, sulit konsentrasi, rasa tidak enak di lambung. Melatonin dengan dosis 1- 3 mg sebelum tidur dapat mengatasi jet lag.
6. Viagra. Viagra(sildenafil sitrat) tidak boleh dipergunakan oleh penerbang selama bertugas.efek samping yang biasa timbul adalah sakit kepala 16 %, muka merah 10 %, dyspepsia 7 %, hidung tersumbat 4 %, infeksi traktus urinarus 3 %, gangguan penglihatan 3 %, diarea 3 %, ruam 2 %. Gangguan penglihatan terutama perubahan warna penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya atau pandangan kabur. Meskipun boleh digunakan selama tidak bertugas tetapi dikontraindikasikan untuk pasien yang secara bersamaan menggunakan nitrat organic misalnya isosorbidinitrat baik secara reguler maupun intermiten dalam segala bentuk sediaan. Selain itu juga dikontraindikasikan pada pasien yang mempunyai potensi resiko jantung pada aktivitas seksual pada pasien-pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler.
7. Obat-obat alternatif/tradisional. Obat-obat alternatif untuk penerbang harus diwaspadai, karena efektifitasnya belum terbukti secara klinis, data farmakokinetik, farmakodinamik, dan data klinis lainnya belum tersedia sehingga keamanannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Apalagi di Indonesia banyak pabrik obat tardisonal nakal yang dengan sengaja menambahkan zat aktif tertentu ke dalam produknya misalnya : dekametason, fenilbutazon, parasetamol, diazepam dan sebagainya dengan maksud agar kasiatnya terasa lebih “ces pleng”.
8. Obat-obat kontrasepsi. Obat-obat kontasepsi boleh digunakan oleh penerbang selama tidak timbul reaksi hipersinsivitas yang mengganggu tugas terbang.
9. Imunisasi. Iminisasi atau vaksinasi untuk pencegahan penyakit perlu dilakukan terhadap awak pesawat atau penumpang yang akan bertugas ke daerah endemic. Telah ada peraturan internasional tentang imunisasi untuk pencegahan penyakit. Vaksin-vaksin tersebut antara lain vaksin antrak, kolera, deteri, tetanus, hepatitis A/B, influenza, Japanese encephalitis, campak, plague, pneumofax, polio, thifoid, dan demam kuning.
Atas dasar kriteria penggunaan obat oleh penerbang, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Obat yang diperbolehkan bagi penerbang tanpa meninggalkan tugas terbang misalnya :
a. Obat local :antialergi, antiradang, antifungi.
b. Analgetika dosis tunggal aspirin, asetaminopen, ibuprofen
c. Hipersekresi asam lambung : antasida
d. Supositoria haemoroid
e. Diarea tanpa demam : antidiarea non spesifik seperti Bi-subsalisilat/Bi
subnitrat.
f. Obat untuk menghindari terjadinya blokade telinga selama penerbangan :
tetes hidung oksimetasolin atan fenilefrin
2. Obat yang diperbolehkan bagi penerbang dalam tugas dengan catatan tidak ada efek samping idiosinkresi/individual.
a. Isoniazid perlu pengamatan tanpa tugas selama 7 hari.
b. Kontrasepsi : implan progestrin atau estrogen-progestin, minimum perlu pengamatan tanpa tugas selama 28 hari.
c. Kloroquin fosfat, primaquin, doksisiklin untuk profilaktik malaria perlu observasi tanpa tugas untuk dosis tunggal.
d. Antimabuk hanya boleh untuk siswa dalam program latihan, namun sebaikknya dilakukan penaggulangan tanpa obat.
e. Penanganan diare dengan doksisiklin (100 mg) dua kali sehari selama 5 hari. Kadang digunakan untuk profilaktik terhadap diare dengan batasan maksimum 2 minggu.
f. Antibiotik eritromisin, oxicilin, dikloksasillin dan penisilin oral untuk infeksi asimptomatik.
g. Sediaan sussositoria dan krim vaginal untuk iveksi vaginal.
h. Kolestiramin untuk mengontrol hiperlipidemia.
3. Penggunaan obat yang harus meninggalkan tugas terbang
Meninggalkan tugas terbang selama penggunaan obat juga digunakan untuk mengevaluasi hasil penggunaan obat dan efek samping yang timbul. Bila tidak , terapi baik tanpa efek samping maka didokumentasikan dan ditentukan penggunaan obat tersebut untuk selanjutnya.
a. Untuk mengontrol hipertensi : hidroklortiazid, triametren.
b. Untuk pengobatan gout/hiperurikemia, allopurinol, probenesid.
c. Untuk kontrol glaucoma secara pemakaian topical, timolol, epinefrin.
d. Pengobatan tukak lambung/duodenum : sukralfate.
e. Untuk rinitis alergi/non alergi/vasomotor dipergunakan inhalasi beclometazon, kromolin, observasi rinitis 7-14 hari.
f. Pengobatan tukak lambung dengan ranitidine oral.
g. Pengobatan injeksi jamur dengan griseofulfin perlu pengamatan 4 minggu.
h. Antihiperlipidemia seperti lovastatin dan gemfibrosil.
0 comments:
Post a Comment