Compare hotel prices and find the best deal - HotelsCombined.com

Friday, May 31, 2013

Bagaimana Cara Air Asia Mampu Bersaing?


  Bagaimana maskapai Air Asia dapat bersaing harga dengan maskapai lain dan menjadi titik tolak meningkatnya market share produk.

AirAsia bukan kisah sukses biasa. Dari nol, low-cost carrier asal Malaysia itu sekarang siap go global. Sekarang AirAsia telah memiliki 52 pesawat, mengoperasikan sekitar 2.500 penerbangan per minggu, dan mengangkut lebih dari 30 juta penumpang. Jumlah penumpang mereka per tahun disebut telah menyalip angka yang diraih Singapore Airlines. Padahal, dalam lima tahun terakhir, mereka harus menghadapi tantangan-tantangan berat, seperti aturan pemerintah (yang melindungi airline milik pemerintah), tsunami, rekor tinggi harga bahan bakar, sampai penyakit SARS.
Rahasia sukses itu ada pada kehebatan AirAsia menekan cost, yang kemudian terus menekan harga tiket.
            Usai acara di Sirkuit Sepang, Jawa Pos diajak mengunjungi berbagai fasilitas yang dimiliki maskapai penerbangan itu di sekitar Low-Cost Carrier Terminal-Kuala Lumpur International Airport (LCCT-KLIA) –sekitar sepuluh menit naik mobil dari sirkuit. Kalau naik AirAsia ke Malaysia, kita memang tidak mendarat di bandara utama KLIA yang mewah dan megah. Kita mendarat di Terminal LCC yang jauh lebih sederhana. Perbandingan mudahnya, Terminal LCC itu mirip dengan Bandara Juanda lama di Surabaya. Air conditioning-nya tidak memadai, ruang tunggu menjadi satu, dan tidak ada belalai yang menghubungkan pesawat dengan terminal. Turun dari pesawat, penumpang berjalan kaki ke terminal. Begitu sebaliknya.
Terminal sederhana itu dibuka pada Maret 2006 dengan kapasitas 10 juta penumpang per tahun. Sekarang sudah hampir overcapacity sehingga benar-benar terasa seperti Bandara Juanda lama di Surabaya. Dalam waktu dekat, mungkin Terminal LCC bakal di-upgrade untuk meng-handle 15 juta penumpang per tahun.
Tidak jauh dari terminal itu, maskapai penerbangan tersebut juga memiliki AirAsia Academy. Untuk memenuhi kebutuhan pilot yang terus berkembang, maskapai penerbangan itu memang menangani sendiri pelatihan para pilot. Di fasilitas tersebut terlihat empat unit simulator.
Soal pengembangan AirAsia sebagai global brand, Fernandes menyatakan terinspirasi dari kiprah Coca-Cola. Merek soft drink itu ada di mana-mana di dunia. Dan, Fernandes ingin mencapai sukses yang sama. Sekarang di Asia, tidak lama lagi global. Untuk penerbangan lebih jauh, mereka menyiapkan AirAsia X yang diluncurkan Januari lalu. Rencananya, unit baru ini mulai beroperasi pada 2008 dan melayani penerbangan di kawasan Tiongkok, India, Eropa, Australia, dan Timur Tengah.
Fernandes menegaskan, saat ini low-cost carrier sudah tak boleh diremehkan. ’’Semua perusahaan memiliki kesempatan yang sama
            Untuk perbandingan dengan lion air yang mungkin telah lebih cepat maduk ke pasar, Harga kedua penerbangan ini ‘beti’ (beda tipis).   Lion Air sedikit lebih mahal, bahkan pada kelas promo, namun dengan bagasi lebih leluasa, 25 kg.  Air Asia sedikit lebih murah, dengan bagasi pilihan 15, 20 atau 25 kg, dan tambahan biaya untuk pilihan tersebut (dengan keseluruhan hasil tetap lebih murah).  Bagi yang tak mau report dengan urusan hitung-hitung per-bagasi-an, saya pikir Lion Air adalah pilihan menarik.  Sampai di sini, saya pikir harga bukanlah faktor differensiator dalam kasus ini, kecuali bagi pelanggan yang berprinsip saving for every penny.  
            Air Asia menonjolkan ini, dengan no fuel surcharge,  dan betapa bangganya Tony Fernandes mengatakan kantornya adalah yang terkecil (dan tentu terhemat) di antara seluruhairlines di dunia. Ia juga memilih  pesawat berusia karena start-up costnya lebih murah,  investor obligation juga lebih rendah. Air Asia nampaknya lebih lihai dan berhasil mendongkrak wallet share penumpangnya.  Indikator Rp Customer Spending dalam pesawat memang merupakan   salah satu KPI yang di-exercise dengan baik oleh Lion Air dan Air Asia.
            ANDA tahu legenda David vs Goliath? Kisah yang sangat terkenal ini terdapat baik pada Kitab Injil maupun dalam Al Quran. Kalau dalam Al Quran, nama tokohnya masing-masing adalah Daud dan Jalut.

Dikisahkan bahwa David, seorang pemuda penggembala yang bertubuh kecil serta hanya bersenjatakan ketapel dan batu, berhasil membunuh Goliath, seorang raja berbadan tinggi besar yang memakai baju besi serta bersenjata lengkap. Setelah berhasil mengalahkan Goliath, David pun kemudian dipilih menjadi raja oleh rakyatnya.
            Kisah ini menunjukkan bahwa kecerdikan lebih penting daripada kekuatan fisik. Bagi saya, kisah ini mirip dengan apa yang terjadi antara AirAsia dan Malaysia Airlines (MAS). AirAsia layaknya David yang menantang sang Goliath, MAS.

            Bagaimana tidak. Dibanding MAS yang didirikan tahun 1947, AirAsia tergolong maskapai penerbangan baru. Walaupun sebenarnya sudah didirikan sejak tahun 1993, AirAsia bisa dibilang baru benar-benar lahir sejak Desember 2001. Ketika itu, Tony Fernandes lewat perusahaan Tune Air Sdn Bhd-nya membeli AirAsia dari pemilik lama, DRB-Hicom, sebuah konglomerasi yang dimiliki oleh Pemerintah Malaysia, senilai hanya 1 ringgit Malaysia!

Ini bisa terjadi karena AirAsia saat itu memiliki utang yang luar biasa besarnya. Fernandes kemudian berhasil melakukan corporate turnaround dan membuat AirAsia mulai meraup keuntungan sejak tahun 2002.

Strategi utama yang dibuat Fernandes adalah dengan menentukan positioning AirAsia sebagai low fares airlines. Ketika di-relaunch, AirAsia langsung menyodorkan tarif promosi sebesar 1 ringgit Malaysia!

AirAsia juga memelopori penggunaan internet sebagai channel. Ini jelas dapat menekan biaya karena berarti AirAsia tidak perlu mengeluarkan komisi untuk travel agent.

Iklan-iklannya juga bersifat langsung, hanya menampilkan rute penerbangan beserta tarifnya yang murah; dan konsisten dengan warna merah sebagai warna korporatnya. Untuk memperkuat mereknya, AirAsia pun tidak segan-segan mensponsori klub sepak bola Manchester United dan tim Formula Satu AT&T Williams.
            Kisah AirAsia vs MAS ini memang sangat menarik karena walaupun MAS tidak mati seperti Goliath, ia harus mati-matian melawan “David” (AirAsia). Kalau AirAsia adalah simbol horisontal karena bisa berkembang berkat dukungan masyarakat, maka MAS merupakan simbol vertikal. Walaupun rugi cukup lama, namun MAS bisa tetap survive karena dibantu Pemerintah Malaysia.


Inilah contoh nyata peperangan Legacy Airlines vs New Wave Airlines; Vertical vs Horizontal Airlines.

0 comments:

Post a Comment