Bagaimana maskapai Air Asia dapat
bersaing harga dengan maskapai lain dan menjadi titik tolak meningkatnya market
share produk.
AirAsia bukan kisah sukses
biasa. Dari nol, low-cost carrier asal Malaysia itu sekarang siap go global.
Sekarang AirAsia telah memiliki 52 pesawat, mengoperasikan sekitar 2.500
penerbangan per minggu, dan mengangkut lebih dari 30 juta penumpang. Jumlah
penumpang mereka per tahun disebut telah menyalip angka yang diraih Singapore
Airlines. Padahal, dalam lima tahun terakhir, mereka harus menghadapi
tantangan-tantangan berat, seperti aturan pemerintah (yang melindungi airline
milik pemerintah), tsunami, rekor tinggi harga bahan bakar, sampai penyakit
SARS.
Rahasia sukses itu ada pada
kehebatan AirAsia menekan cost, yang kemudian terus menekan harga tiket.
Usai acara di Sirkuit Sepang, Jawa Pos diajak mengunjungi
berbagai fasilitas yang dimiliki maskapai penerbangan itu di sekitar Low-Cost Carrier Terminal-Kuala
Lumpur International
Airport (LCCT-KLIA)
–sekitar sepuluh menit naik mobil dari sirkuit. Kalau naik AirAsia ke Malaysia , kita
memang tidak mendarat di bandara utama KLIA yang mewah dan megah. Kita mendarat
di Terminal LCC yang jauh lebih sederhana. Perbandingan mudahnya, Terminal LCC
itu mirip dengan Bandara Juanda lama di Surabaya. Air conditioning-nya tidak
memadai, ruang tunggu menjadi satu, dan tidak ada belalai yang menghubungkan
pesawat dengan terminal. Turun dari pesawat, penumpang berjalan kaki ke
terminal. Begitu sebaliknya.
Terminal
sederhana itu dibuka pada Maret 2006 dengan kapasitas 10 juta penumpang per
tahun. Sekarang sudah hampir overcapacity sehingga benar-benar terasa seperti Bandara
Juanda lama di Surabaya. Dalam waktu dekat, mungkin Terminal LCC bakal
di-upgrade untuk meng-handle 15 juta penumpang per tahun.
Tidak
jauh dari terminal itu, maskapai penerbangan tersebut juga memiliki AirAsia Academy . Untuk memenuhi kebutuhan pilot
yang terus berkembang, maskapai penerbangan itu memang menangani sendiri
pelatihan para pilot. Di fasilitas tersebut terlihat empat unit simulator.
Soal
pengembangan AirAsia sebagai global brand, Fernandes menyatakan terinspirasi
dari kiprah Coca-Cola. Merek soft drink itu ada di mana-mana di dunia. Dan,
Fernandes ingin mencapai sukses yang sama. Sekarang di Asia, tidak lama lagi
global. Untuk penerbangan lebih jauh, mereka menyiapkan AirAsia X yang
diluncurkan Januari lalu. Rencananya, unit baru ini mulai beroperasi pada 2008
dan melayani penerbangan di kawasan Tiongkok, India, Eropa, Australia, dan
Timur Tengah.
Fernandes
menegaskan, saat ini low-cost carrier sudah tak boleh diremehkan. ’’Semua
perusahaan memiliki kesempatan yang sama
Untuk perbandingan dengan lion air
yang mungkin telah lebih cepat maduk ke pasar, Harga kedua penerbangan
ini ‘beti’ (beda tipis). Lion Air sedikit
lebih mahal, bahkan pada kelas promo, namun dengan bagasi lebih leluasa, 25
kg. Air Asia sedikit lebih murah, dengan bagasi pilihan 15, 20 atau
25 kg, dan tambahan biaya untuk pilihan tersebut (dengan keseluruhan hasil
tetap lebih murah). Bagi yang tak mau report dengan urusan
hitung-hitung per-bagasi-an, saya pikir Lion Air adalah pilihan menarik.
Sampai di sini, saya pikir harga bukanlah faktor differensiator dalam
kasus ini, kecuali bagi pelanggan yang berprinsip saving for every
penny.
Air Asia menonjolkan ini,
dengan no fuel surcharge, dan betapa bangganya Tony Fernandes
mengatakan kantornya adalah yang terkecil (dan tentu terhemat) di antara
seluruhairlines di dunia. Ia juga memilih pesawat
berusia karena start-up costnya lebih murah, investor
obligation juga lebih rendah. Air Asia nampaknya lebih lihai dan
berhasil mendongkrak wallet share penumpangnya. Indikator Rp
Customer Spending dalam pesawat memang
merupakan salah satu KPI yang di-exercise dengan baik
oleh Lion Air dan Air Asia.
ANDA tahu legenda David vs Goliath?
Kisah yang sangat terkenal ini terdapat baik pada Kitab Injil maupun dalam Al
Quran. Kalau dalam Al Quran, nama tokohnya masing-masing adalah Daud dan Jalut.
Dikisahkan bahwa David, seorang pemuda penggembala yang bertubuh kecil serta
hanya bersenjatakan ketapel dan batu, berhasil membunuh Goliath, seorang raja
berbadan tinggi besar yang memakai baju besi serta bersenjata lengkap. Setelah
berhasil mengalahkan Goliath, David pun kemudian dipilih menjadi raja oleh
rakyatnya.
Kisah ini menunjukkan bahwa
kecerdikan lebih penting daripada kekuatan fisik. Bagi saya, kisah ini mirip
dengan apa yang terjadi antara AirAsia dan Malaysia Airlines (MAS). AirAsia
layaknya David yang menantang sang Goliath, MAS.
Bagaimana tidak. Dibanding MAS yang
didirikan tahun 1947, AirAsia tergolong maskapai penerbangan baru. Walaupun
sebenarnya sudah didirikan sejak tahun 1993, AirAsia bisa dibilang baru
benar-benar lahir sejak Desember 2001. Ketika itu, Tony Fernandes lewat
perusahaan Tune Air Sdn Bhd-nya membeli AirAsia dari pemilik lama, DRB-Hicom,
sebuah konglomerasi yang dimiliki oleh Pemerintah Malaysia, senilai hanya 1
ringgit Malaysia!
Ini bisa terjadi karena AirAsia saat itu memiliki utang yang luar biasa
besarnya. Fernandes kemudian berhasil melakukan corporate turnaround dan
membuat AirAsia mulai meraup keuntungan sejak tahun 2002.
Strategi utama yang dibuat Fernandes adalah dengan menentukan positioning
AirAsia sebagai low fares airlines. Ketika di-relaunch, AirAsia langsung
menyodorkan tarif promosi sebesar 1 ringgit Malaysia!
AirAsia
juga memelopori penggunaan internet sebagai channel. Ini jelas dapat menekan
biaya karena berarti AirAsia tidak perlu mengeluarkan komisi untuk travel
agent.
Iklan-iklannya juga bersifat langsung, hanya menampilkan rute penerbangan
beserta tarifnya yang murah; dan konsisten dengan warna merah sebagai warna
korporatnya. Untuk memperkuat mereknya, AirAsia pun tidak segan-segan
mensponsori klub sepak bola Manchester United dan tim Formula Satu AT&T
Williams.
Kisah AirAsia vs MAS ini
memang sangat menarik karena walaupun MAS tidak mati seperti Goliath, ia harus
mati-matian melawan “David” (AirAsia). Kalau AirAsia adalah simbol horisontal
karena bisa berkembang berkat dukungan masyarakat, maka MAS merupakan simbol
vertikal. Walaupun rugi cukup lama, namun MAS bisa tetap survive karena dibantu
Pemerintah Malaysia.
Inilah
contoh nyata peperangan Legacy Airlines vs New Wave Airlines; Vertical vs
Horizontal Airlines.
0 comments:
Post a Comment